TO
SAVE MY DEAR FRIEND
Druala
memiliki tiga lapisan utama. Lapisan Atas, tempat makhluk cahaya
tinggal; Lapisan Bawah, tempat makhluk kegelapan tinggal; dan Lapisan
Tengah yang berada di antara kedua lapisan ini, ditinggali oleh
berbagai makhluk, hidup maupun mati.
**Etnis
Putih dan Etnis Hitam**
Malaikat
adalah salah satu ras yang tinggal di Lapisan Atas. Mereka memiliki
sepasang sayap berwarna terang yang dapat mereka simpan di dalam
punggungnya. Berbeda dengan Malaikat, ras Iblis tinggal di Lapisan
Bawah dan memiliki sayap berwarna gelap. Satu lagi perbedaan yang
paling menonjol adalah jumlah etnis murninya - not
mixed with other etnics' blood.
Jumlah etnis murni ras Malaikat lebih banyak dari jumlah etnis murni pada
ras Iblis. Penikahan antar sepupu untuk mempertahankan kemurnian
darah etnis pada ras Malaikat sangat sering terjadi, sebaliknya, pada
ras Iblis, hanya sedikit etnis berdarah murni yang bertahan hingga
saat ini.
Etnis
yang paling menonjol adalah etnis Putih ras Malaikat dan etnis Hitam
ras Iblis. Wujud Malaikat etnis Putih sesuai dengan nama etnisnya.
Sayap, rambut, dan iris mata mereka berwarna putih salju. Begitu pula
dengan Iblis etnis Hitam. Sayap, rambut, dan iris mata mereka
berwarna hitam kelam. Kedua etnis ini dikenal bukan hanya karena
warna yang tak dapat ditemukan pada etnis lain, tetapi juga karena
keindahan tubuh dan wajah mereka yang tak tersaingi di lapisan tempat
mereka tinggal.
**Kutukan**
Perselingkuhan
sang Raja dengan Malaikat etnis Putih saat ia berada di Lapisan
Tengah yang diketahui sang Ratu, berujung pada terbunuhnya malaikat
tersebut. Sang Raja yang mengerti bahwa ia telah menorehkan luka yang
dalam pada sang Ratu, hanya dapat memandang tubuh dingin wanita yang
ia cintai.
Tak
puas dengan nyawa malaikat tersebut, sang Ratu yang yakin bahwa
Malaikat etnis Putih tersebut yang menggoda sang Raja, mengutuk
seluruh ras Malaikat etnis Putih.
“Tiap
Malaikat etnis Putih yang mendekat akan hancur perlahan-lahan,
memberikan energi kehidupannya pada Iblis etnis Hitam yang ia
dekati.” - dengan bayaran nyawanya sendiri, sang Ratu mengucapkan
kutukan terkelamnya.
**Awal**
Kisah
mahluk cahaya ras Malaikat etnis Putih dan makhluk kegelapan ras
Iblis etnis Hitam ini dimulai dari cinta pada pandangan pertama
Liana, Malaikat etnis Putih kepada Rihan, Iblis etnis Hitam.
Keindahan Rihan yang mencengangkan bahkan bagi sesama etnis Hitam
membuat Liana tak dapat melepaskan pandangannya dari Rihan saat
mereka bertemu di Lapisan Tengah.
**Ketidaksetujuan
Aine**
“Aku
tidak setuju. Segera tinggalkan dia.”
“Aku
tak peduli dengan pendapatmu, Aine”
Tanggapan
Lian (her
real name's Liana)
yang dingin menusuk hatiku. Kami sudah bersahabat lama dan ia bilang
ia tak peduli dengan pendapatku, sahabatnya. Betapa sakit hatiku
mendengarnya.
“Kita,
Malaikat etnis Putih tidak dapat hidup dengan Iblis etnis Hitam. Kau
harusnya tahu. Mengapa kau masih menjalin hubungan dengannya??!!”
Suaraku meninggi. Emosiku tak dapat kukendalikan.
“Aku
tidak peduli. Aku mencintai Rihan.” Lian menatapku dengan tatapan
dingin yang tak mungkin dimilikinya seminggu yang lalu. Ini pasti
pengaruh iblis itu.
“Iblis
itu mengubahmu. Kau bukan Lian yang dulu.”
Lian
menjawabku dengan tersenyum manis dan berkata “Benar.” Aku tak
bermaksud membuatnya tersenyum, senyum manisnya mengagetkanku. “Aku
bukan Lian yang dulu, Aine. Aku mengenal cinta sekarang.” lanjut
Lian yang masih tersenyum manis. Aku selalu menyukai senyumnya dan
tak igin senyumnya memudar. Senyum Lian saat membicarakan iblis itu
berbeda dengan senyumnya yang biasa. Ia terlihat lebih...lebih
bahagi....TIDAK! Aku tak mau mengakuinya. Setiap detik yang ia
habiskan bersama iblis itu menguras energi kehidupannya. Saat
energinya terkuras, ia akan menghilang, menjadi cahaya. Aku tak mau
itu terjadi.
“Tapi
ia tak mencintaimu.” bisikku.
Air
mata mengalir di pipi Lian. Rupanya Lian mendengar bisikkanku.
Melihat air matanya, kesedihan menyelimuti hatiku. Tapi, bagaimana
pun juga, tidak akan ada akhir bahagia dalam hubungan mereka.
“Aku
tahu perasaan Rihan tak sama denganku, tapi aku ingin menghabiskan
waktuku dengannya.“ mendengar namanya, kebencian otomatis menguasai
hatiku.
“Lagipula,
ia tak keberatan menjalin hubungan denganku meski ia tak mencintaiku.
Bukankah aku cukup beruntung?“ lanjut Lian dengan senyum pilu dan
air mata yang masih mengalir.
“Beruntung?!”
Meski tahu ia tak merasa benar-benar bahagia dari senyum pilunya,
kebencianku kian mendalam saat mendengar Lian merasa dirinya
beruntung.
“Ia
membunuhmu perlahan-lahan hanya dengan menghabiskan waktu bersamamu!
Bagaimana mungkin kau bisa bilang itu beruntung?!! Ia tak
mencintaimu! Ia hanya akan menyakitimu! Tak bisakah kau mengerti?”
Tidak
ada tanggapan dari Lian pada bentakanku. Ia hanya diam dengan air
mata yang terus mengalir. Air matanya sungguh melemahkan hatiku. Ini
sangat menyakitkan. Aku tak tega melanjutkan perdebatan ini... Tapi
Lian harus disadarkan. Aku tak mau ia mati karena iblis itu.
Meski
begitu, air matanya yang mengalir tak berhenti..melunakkan hatiku.
“Lian... Waktu yang kau habiskan dengannya tak sebanding dengan
hidupmu.” lanjutku seraya mendekat dan menghapus air mata dari
wajahnya. “Maaf...aku tak mau kehilangan dirimu.. Mengertilah...
Kau tahu aku mengharapkan kebahagiaanmu.” Aku lalu menggenggam
tangannya.
“Aku
tahu, tapi aku sangat mencintainya, Aine. Kau adalah sahabatku yang
paling dekat, yang paling kusayang. Aku yakin kau mengerti.” Lian
balik menggenggam tanganku. Aku bisa merasakan kesedihannya karena
cintanya yang tak terbalas, tapi...
“Aku
tidak mengerti kenapa kau begitu keras kepala!” bagaimanapun juga,
aku tak ingin kehilangan Lian, sahabatku. Sebulan ini Lian sering ke
Lapisan Tengah untuk menghabiskan waktu dengan iblis itu. Energi
kehidupannya pasti sudah berkurang banyak. Setelah akhirnya kami
bertemu, (to be more precise, I found her)ia mengatakan padaku
ia ingin menghabiskan seluruh hidupnya dengan iblis itu.
“Kalaupun
aku menerima kenyataan bahwa kau mencintai iblis itu, ia hanya
mempermainkan perasaanmu. Kau sendiri tahu jelas bahwa ia tetap
menjalin hubungan denganmu meski ia tak mencintaimu.”
“Aku
tak peduli apakah ia mempermainkanku atau tidak. Aku tak peduli ia
mencintaiku atau tidak. Aku bahkan akan memberikan nyawaku jika ia
minta.” Aku sungguh tercengang mendengar ini keluar dari mulut
Lian. Lian pasti sudah gila.
“Apa
kau sudah gila? Memberikan nyawamu? Yang benar saja! Kau baru sebulan
bersamanya! Ia pasti menggunakan semacam sihir untuk membuatmu jadi
seperti ini. Ini bukan cinta! Ini bukan dirimu! Ini hanya kegilaan!”
“Terserah
apa katamu! Aku mencintainya dan itu kenyataan yang tak akan pernah
berubah!” Lian mengembangkan sayapnya yang putih dan terbang pergi.
“Lian!
Kembali!” aku mengeluarkan sayapku untuk mengejarnya.
“Jangan
ikuti aku!” Lian menggunakan kemampuannya mengendalikan cahaya dan
mengarahkannya ke mataku.
“Ukh!
Tunggu!” karena menutup mata, aku tak dapat terbang dengan baik.
Saat membuka mata, Lian sudah tak ada. Aku menghabiskan beberapa jam
mencarinya, tapi tak dapat menemukannya. Apakah mungkin ia pergi ke
Lapisan Bawah? Tidak mungkin. Makhluk cahaya tak dapat bertahan lebih
dari sehari di sana.
Lian....
Sebesar itukah cintamu padanya? Hingga kau rela memberikan nyawamu.
Hingga kau tidak mempedulikan terbalas tidaknya perasaanmu.
Kesedihanku
berganti dengan kemarahan.
Iblis
itu... Ia setuju menjalin hubungan dengan Lian meski tak memiliki
perasaan yang sama. Ia tahu Lian menguras energi kehidupannya dengan
menghabiskan waktu di sisinya. Ia tahu perasaan Lian padanya. Iblis
itu tahu ia membunuh Lian perlahan-lahan.
Perasaan
benci menguasai hatiku... “Kalau saja iblis itu tidak ada.”
Bersambung ke To Save My Dear Friend - Part 2