TO SAVE MY DEAR FRIEND
~ PART 4 ~
**Rihan
dan Aine**
Rihan berjalan ke
tepi jurang tempat ia menghabiskan waktunya dengan memandang matahari
yang terbenam. Beberapa tumbuhan yang menyambutnya dalam perjalanan
ini ia bakar hingga tak bersisa. Yup. No one survives. Get how strong he is? I mean, no scratch whatsoever.
Jurang tersebut
menghadap ke pemandangan matahari terbenam yang tak ada duanya, luar
biasa indah. Rihan sering memandangnya, bukan karena ia igin
menikmati pemandangan itu, tetapi ia mencari perbedaan dari
pemandangan yang satu ke pemandangan yang lain. Kegiatan ini sedikit
menghilangkan kebosanan dalam dirinya.
Ia berjalan ke tepi
jurang, mencari perbedaan matahari terbenam hari ini dengan yang
kemarin. Berusaha tidak memikirkan wajah Liana – yang bisa dibilang
gagal karena wajahnya sesekali muncul di pikiran Rihan.
Pikiran Rihan yang
sibuk dengan pergantian antara mencari perbedaan pemandangan di
depannya dengan wajah menangis Liana membuatnya tak memperhatikan
keadaan di sekelilingnya.
***
Aine mendekatinya
dari belakang dengan perlahan, tanpa suara. Beberapa langkah lagi... Tiba-tiba Aine berhenti.
Apakah
Lian akan membenciku? Jika aku membunuh iblis yang ia cin...-aku
masih belum ingin mengakuinya, tapi Lian memang sangat
mencin...tainya.... jika aku melakukannya, ia pasti membenciku...
Aku
tak mau ia membenciku. Tapi ini demi kebaikannya. Tapi jika Lian
membenciku...Tidak, ini demi kebaikannya, ia pasti mengerti, ia pasti
akan memaafkanku...
Pikiran Aine
dipenuhi oleh Liana yang mungkin akan membencinya, bagaimana
wajah Liana yang dipenuhi kebencian padanya, apa yang akan dikatakan
Liana padanya atau apakah Liana akan pernah mau mengatakan sesuatu
padanya lagi, apakah Liana akan memaafkannya suatu hari nanti, tapi
Aine tahu benar apa reaksi Liana nantinya. Persahabatan mereka yang
panjang membuatnya mengerti apa yang akan terjadi.
Lian
akan membenciku.
Aine hanya berdiri
diam, beberapa meter dari Rihan. Jika Rihan membalikkan badan, Aine
takkan bisa bersembunyi.
Lian
akan membenciku. Lian akan membenciku selama-lamanya. Lian tidak akan
pernah mau berbicara denganku lagi. Persahabatan kami akan berakhir.
Lian akan membenciku. Lian akan membenciku. Lian akan membenciku.
Terus
berulang-ulang...
***
Benar saja. Rihan
yang telah menemukan beberapa perbedaan pada pemandangan di depannya,
membalikkan badannya. Ia kaget melihat Malaikat etnis Putih berdiri
beberapa meter di belakangnya.
Bagaiman
mungkin aku tak menyadari keberadaan Malaikat ini?
adalah pikiran
pertamanya, pikiran keduanya...
Ia
lebih cantik dan anggun dari Liana..
menyadari dirinya
membandingkan dua orang wanita mengejutkannya.
Apa
yang terjadi pada diriku?!
Pikiran Rihan yang
agak kacau terhenti oleh wajah malaikat di depannya.
Ia
menangis... Sungguh.. indah..
Wajah menangis Liana
langsung ditepis oleh apa yang Rihan lihat sekarang, wajah malaikat di depannya.
***
Saat Rihan
membalikkan badannya, matanya bertemu dengan mata Aine. Kebencian
kembali dirasakan Aine.
Semua
ini salahnya. Aku harus menyingkirkannya. Selama-lamanya. Ini demi
Lian.
Nama Liana kontan
mengganti perasaan benci Aine menjadi kesedihan mendalam.
Lian akan membenciku jika aku membunuhnya. Ia tak akan pernah memaafkanku.
Kesedihan semakin
menyelimuti hati Aine. Kebencian mendalam yang tadinya menguasai
hatinya saat bertemu pandang dengan Rihan, lenyap entah ke mana.
Hanya kesedihan yang tertinggal. Kesedihan yang timbul dari perasaan
sayangnya pada Liana.
Perlahan, Aine melangkahkan kakinya. Pandangannya tak lepas dari Rihan. Ia telah
memutuskan. Dengan air mata yang masih mengalir, ia terus melangkah,
selangkah demi selangkah.
Aku
tak mau Lian mati.
Tak peduli apa pun
resikonya, Aine tak mau Liana mati. Langkah demi langkah yang ia
lakukan hanya memiliki satu tujuan.
***
Rihan tak dapat
melepaskan pandangannya. Ia hanya berdiri diam memandangi malaikat di
depannya. Matanya terpaku pada wajahnya, tak menyadari wajah tersebut
semakin dekat dengannya.
Aine mengangkat
tangannya. Ia mencekik Rihan. Mendorongnya hingga jatuh dari jurang.
Rihan yang dicekik
dan didorong hingga jatuh, tak melakukan apa pun. Dengan mata terpaku
pada wajah sang malaikat, ia jatuh.
Debaran
ini... Debaran yang tak dapat kutenangkan meski dengan tarikan
nafas.. Debaran yang tak berhenti dan membuat tubuhku panas..
Cintakah ini?
Dengan mata yang
masih memandang sang malaikat, sang iblis mengakui perasaannya dalam
hatinya.
Aku
mencintainya. Ia membuatku jatuh cinta. Ia mengenalkan cinta padaku.
Jika ia ingin aku lenyap, maka itu adalah harga yang murah untuk
perasaan ini. Mati setelah mengenal perasaan ini tidak akan pernah
kusesali.
Cinta. Perasaan yang tak pernah Rihan alami selama hidupnya. Perasaan yang membuatnya rela memberikan segalanya...mengorbankan segalanya..., bahkan nyawanya. Sekali lihat, siapa pun pasti tahu Aine hendak membunuh Rihan. Rihan mengerti bahwa malaikat yang mencekik dan mendorongnya hingga jatuh tak ingin ia hidup.
Ucapan terima kasih dalam hatinya disertai dengan senyum terbahagia di wajahnya yang asing dengan senyuman. Meski tak tahu mengapa seorang malaikat yang baru pertama kali ia lihat menginginkan nyawanya, Rihan tersenyum dari dalam hatinya.
Rihan lalu membakar
dirinya dengan kemampuannya mengendalikan api. Api yang berkobar
dengan tubuhnya sebagai medium padam perlahan-lahan seiring dengan
lenyapnya tubuh Rihan. Ia lenyap..., membaur dengan kegelapan yang mengikuti terbenamnya matahari.
***
Melihat Rihan membakar tubuhnya, Aine merasa kaget. Matanya membelalak melihat tubuh Rihan yang terbakar saat jatuh dari jurang. "Apa yang...," dua kata ini lepas dari bibir Aine tanpa ia sadari.
Akan tetapi, kekagetan tersebut hanya sesaat. Aine dilanda kepanikan melihat Rihan mati di hadapannya. Ia bahkan tidak memikirkan mengapa Rihan membakar dirinya sendiri.
Ia bunuh diri... Aku tidak membunuhnya... Ia bunuh diri... Ia membakar dirinya sendiri.. Aku tak bersalah... Kematiannya bukan salahku...
Berulang-ulang. Aine mengucapkannya bagai mantra di kepalanya. Berulang-ulang. Hingga kepanikan yang ia rasakan mereda.
Ya. Ini akhir yang terlalu bagus baginya. Seharusnya ia mati dengan lebih menderita...
Aine mencoba mengingat wajah Rihan di saat-saat terakhirnya, tapi kemudian menghentikan dirinya.
Ia telah pergi. Aku tak perlu membuang waktuku memikirkannya....
Sebenarnya, ia terlalu takut membayangkan wajah seseorang di saat-saat terakhirnya. Menghentikan usahanya membayangkan wajah Rihan di saat-saat terakhirnya, pikiran lain menyebabkan bibir Aine membentuk sebuah senyuman di wajahnya.
Aku tidak membunuhnya. Lian tak akan membenciku...
Akan tetapi, senyum Aine terhenti oleh sebuah pikiran.
Lian akan membenciku... Aku tidak menghentikan iblis itu membunuh dirinya sendiri dengan api...
Pikiran ini kemudian ia sanggah dengan pikiran lainnya.
Meskipun aku mencoba menghentikannya, api yang dikendalikan iblis berkekuatan tinggi itu takkan padam. Ya. Ia iblis berkekuatan tinggi. Apinya takkan padam dengan mudah.
Aine meyakinkan dirinya sendiri. Saat ingin mengembangkan sayapnya untuk kembali ke Lapisan Atas, keraguan muncul dalam dirinya. Apakah Liana akan mengikuti Rihan ke dunia sana? Mungkinkah Liana tak dapat menerima kematian Rihan, lalu bunuh diri? Liana bahkan rela mengorbankan nyawanya demi Rihan...
Aine menggelengkan kepalanya, kemudian mengembangkan sayap putihnya.
**Aine
dan Liana**
Aine tak memberitahu
Liana mengenai kematian Rihan. Liana yang tak memiliki petunjuk apa
pun selain nama iblis yang dicintainya tak dapat menemukan Rihan di
mana pun.
“Ia telah
meninggalkanmu” kata Aine dengan nada simpatik.
“....”
“Lian, berhentilah
berharap.”
“....”
“Ia tak akan
pernah kembali.”
“...”
“Lian.....ini
kenyataan. Terimalah.”
“....”
Liana tak merespon
sama sekali. Tak ada ekspresi pada wajahnya. Tidak ada tanda-tanda ia
akan bergerak. Matanya tak memperlihatkan kehidupan. Ia tidak mati,
tapi tidak hidup. Kondisinya bagaikan membeku.
“Lian... Kau masih
punya aku.” dengan mata berkaca-kaca, Aine berusaha tersenyum.
Ia gagal.
Air mata Aine
mengalir...
Aine menangis
tersedu-sedu di samping Liana yang duduk diam di atas kasur berseprei
putih.
TO SAVE MY DEAR FRIEND
~ END ~
Check out the real story : )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar